Rabu, 10 Agustus 2016

MAUJUD

" MAUJUD "

Manusia hanyalah metafora
Untuk menyatakan kewujudanNya
Maka manusialah metafora paling lengkap
sesuai dan sempurna
Berbanding makhluk-makhluk lain di alam ini
Baik dari sudut tubuh kegelapan dan batiniah cahaya
Sebagai wadah untuk menerima tajalli(penampakan)Tuhan
Dari awal dan akhir
Meskipun manusia adalah penampakan Tuhan
Dari sudut pendzahiranNya secara kesuluruhan
Namun pada hakikatnya manusia itu tiada
dan sekadar bingkai khayali
Untuk mencitrakan maujud dirinya itu bersandarkan kepada wujud Allah
Maujud itu disangkakan ada karena penampakan bentuk imaji
Yang boleh disentuh serta berpotensi
Seolah-olah berdirinya ia dengan sendirinya
Namun apabila dihancurkan imaji tersebut
Maka pembentukannya itu akan musnah dan kembali semula kepada bekas bahan asalnya
Ibarat bentuk kursi setelah dileburkan
Lalu tampaklah kayu dan lenyaplah kursi

Apabila bekas daripada maujud itu akhirnya tersingkap bukan wujud sejati
bersifat baru dan binasa
Tiadalah maujud kecuali Allah jua
Umpama bayangan wajah
Yang tampak di dalam cermin
Dia tapi bukan Dia,bukan Dia tapi Dia

Begitulah tatkala penurunan tajalli(penampakan)Tuhan
Dari martabat Ahadiyah
Sampai ke martabat Alam Mitsal
Ketika Dia berhasrat melihat DiriNya di luar diri
Dan rindu untuk dikenal
Alam Mitsal persis cermin
Memantulkan hakikat tajalli(penampakan)Tuhan
Yang terbendung di dalam martabat Wahidiyah
Sudah pun ada secara rinci
Tetapi masih bersifat batin
Tanpa rupa...
Tanpa bentuk...
Tanpa warna...
Tanpa nama...itulah Hakikat Insan
Apa yang ingin ditajallikan Tuhan
Selain dari DiriNya itu
Adalah penampakan DiriNya jua
Dari kesan tindakan WujudNya
Namun tidak ada sesuatu pun yang serupa denganNya
Atas perintahNya ‘Kun’ dan diperintah ‘Faya kun’
Sampailah turun ke martabat Alam Arwah
Menyingkap tabir Alam Mitsal
Di sinilah bentuk citra itu sudah pun terperi

Di dalam cermin
Merupakan perbendaharaan
Yang tidak lagi tersembunyi
Namun masih belum nyata
Belum lagi bernama dan bersifat

Alam Arwah inilah tabir Tuhan yang terakhir
Tatkala Dia yang menyingkap tabirNya sendiri
Dialah Maha Benar
Bahwa Dia itulah hakikat segala sesuatu
Tiada yang bersertaNya...
Tiada sebelumNya...
Tiada sesudahNya...
Tiada di dalamNya...
Melainkan Dia juga...
Sepertimana firmanNya,“Bukankah Aku Tuhanmu?”
Maka dijawab oleh roh-roh penyaksi,“Bukan!Engkaulah Tuhan kami!”

Namun setelah penurunan tajalli(penampakan) ke alam paling luar
Sampai ke peringkat debu-debu atom
Yang bernama Alam Ajsam
Maka hijab itupun tertutup kembali dengan hijab-hijab
Unsur air...
Unsur api...
Unsur angin...
Unsur tanah...
Hakikat wujud Tuhan pun tidak lagi terpandang
Pada sesuatu dan luaran bentuk manusia itu
Kecuali kepada manusia
Yang dapat mengenalNya
Dengan pengenalan haqiqi
Di dalam diri sejati
Manusia yang mengenalNya itulah bergelar
Manusia khalifah Insan al-Kamil

Dia menjadikan Adam itu menurut rupaNya
Bukanlah Zat Yang Mutlak itu berjisim atau bertukar kepada bentuk pembaharuan
Sedangkan sediaNya bersifat Maha Suci dan Qadim
Dia tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya
WajahNya tak mungkin diketahui atau tercapai dengan penglihatan mata kasar
Dia pada martabat Ahadiyah
Tiada pengetahuan yang sampai kepada ZatNya
Tiada sesuatu yang boleh menjangkauNya
Melainkan Dia juga yang mengenal dan sampai kepada DiriNya sendiri
WajahNya adalah semata-mata Kunhi Zat tanpa ada yang lain bersertaNya
Maha Esa dan tidak membutuhkan kepada sifat
Dia tetap tanzih dan tidak pernah berubah kepada tasybih
Meskipun Dia dapat dikenali melalui tasybih
Dia yang sekarang adalah Dia yang dahulu
dengan keEsaan
Keagungan dan kesempurnaanNya
Namun pula jika Dia hanya kekal di dalam tanzihnya
Bagaimanakah pula Dia dapat dikenal tanpa makhlukNya?
Dan untuk tujuan apakah
Dia menjadikan alam dan manusia khalifah?
Dia adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi
Dia rindu untuk dikenali
Maka Dia jadikan makhluk supaya ZatNya dikenali
Maka dengan sendirinya
tasybih itu tak mungkin dapat dinafikan atau dipisahkan dari tanzih

Ketika Dia ingin mentajallikan
Bahwasanya Dia melihat dengan ZatNya
Mendengar dengan ZatNya
Berkata-kata dengan ZatNya
Beriradat dengan ZatNya
Berkodrat dengan ZatNya
Mengetahui dengan ZatNya
Hidup dengan ZatNya
Maka Dia pun memaknawiyahkan sifat-sifat ma'aniNya
Padahal itu tiada lain adalah ZatNya jua
Dan tidak menambahkan kepada Zat
Sifat-sifat ma'ani itu adalah HAYAT/HIDUP
Qudrat...
Iradat...
Sama’...
Ilmu...
Bashar...
Kalam...
Maka dengan ke semua sifat ma'ani itu
DiterjemahkanNya ke Alam Mitsal dan mendzahirkan pula suatu citra
Yang tak berbentuk dan bernama
tetapi qadim sebagai penampakan WajahNya
Kemudian disalinkan ke Alam Jasad
Menjadi citra wajah Adam
NisbahNya ini dirumuskan sebagai ‘Titik’
‘Titik” tidak ada awalan dan akhiran...
Tidak ada perbandingan...
Tidak ada persamaan...
Tidak dapat diketahui...
Tidak dapat dirupakan...
Tidak ada warna...
Tidak ada nama...
kecuali semata-mata adalah ‘Titik’...

Dari ‘Titik menzahirkan ‘Alif’
Sebagai Wujud hakikat huruf-huruf lainnya
Jika kau dapat melihat hakikat Alif itu
Ada dalam persamaan semua huruf
Maka terbukalah tabir rahsia huruf-huruf itu

Tidak lain adalah Alif jua
Baik di luar atau di dalam
Hakikatnya Alif adalah ‘Titik’
Dalam pandangan Yang Satu

Bashar menjadi dua mata Adam
Sama’ menjadi dua telinga Adam
Kalam menjadi lidah Adam
Hayat menjadi hidung Adam
Iradat menjadi dahi Adam
Ilmu menjadi ubun-ubun Adam
Qudrat menjadi otak Adam

Manusia itulah nyawa alam semesta ini
Alam semesta inilah tubuhnya manusia
Cobalah kaubayangkan
Jika alam semesta ini tanpa manusia
Sudah pastilah penciptaan alam semesta ini akan merupakan hasil karya Tuhan
Seumpama patung yang sia-sia
Jika kaulihat manusia
Sebagai makhluk semata-mata
Tidak kaulihat Dia yang nyata

“RahsiaKu Rahsia Insan...
Rahsia Insan RahsiaKu!”...
Insan itu ZahirNya...
Dialah Yang Batin...
seInsan-Insan itu adalah Dia Yang Maha Meliputi...................

Agoeng Deworuci,Malem Kemis Kliwon 08/06/2016