Sabtu, 18 Februari 2017

KIDUNG CINTA ILLAHI

"Kidung Cinta Illahi"

Segala apa yang wujud dalam maujud ini
Adalah tajalli-tajalli-Mu ya Robbi
Kau melimpahkan sifat-sifatMu,cahaya demi cahaya
Benar,yang kunampak adalah Engkau jua ya Robbi
Walaupun di depanku tersenyum wajah seorang insan

Ya Robbi,aku ini pohon zaitun
Yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat
Namun aku tetap berdiri dengan sifat dan asma’Mu
Mengabdikan hartaMu yang tersimpan
Bagaikan minyak yang penuh berkah
dalam sebuah pelita
Engkaulah yang menyalakan pelita ini
tanpa disentuh oleh api
Alangkah terang-benderangnya cahayaMu yang melimpah daripada kaca
Seolah-olah ternampak kaca itulah cahaya...cahaya itulah kaca

Kembalikanlah asal diriku,agar aku bisa menjadi fana
Betapa kurindukan Ahadiyat,wahai Gusti yang kucintai
Asalku adalah cahaya
Sebelum Kau ciptakan semua cakrawala di langit
Akulah yang bertawaf pada Baitul Qudsi,di HadiratMu yang Tertinggi
Lalu dari Alam Tertinggi itu Engkau melukis wajahku
Aku pun menyaksikan keajaiban yang menakjubkan
Jika kukatakan itu adalah gambaranMu 
Walau sebesar lautan
Dijadikan tinta kata-kata
Tak akan sampai ke daratan makna untuk difahami

Dari persada mikraj aku turun menjadi jisim
Kau semaikan benih diriku
Pada debu-debu dunia yang hina-dina
Betapa aku bisa bertahan sabar
untuk kembali melihat wajahku yang asal
Wahai jasadku,engkaulah sebesar-besarnya hijab yang memisahkan Gusti yang kucintai
Maka jadilah engkau cermin dalam sifatku
Agar bersatu dalam pandangan

Dalam cermin aku tak tahu wujud diriku
Hanya pada Alam Semesta Kau perlihatkan diriku oleh cahayaMu
Agar aku mengenal siapa diriku
Akulah fenomena yang dirumuskan
Yang Mengenal Aku adalah Aku
Maka terpadamlah lukisan wajahku
di kanvas azali dengan WahdatMu
Aku ghaib dalam Sirr dan ghaib dari Ana
Aku tak mampu melihatMu di maqam Wahidiyat
Wahai Gusti yang kucintai,ucapan mustahil diucapkan
Jika tidak dengan ucapanMu
Gusti yang kucintai adalah Aku yang kucintai

Aku tertegun tatkala kalbuku menyingkap misteri yang mengaburkan akal
Engkau sebegitu dekat ya Robbi 
Sampai aku pun tidak nampak diriku lagi
Dan percaya dengan penuh keyakinan
seolah-olah Aku-Mu adalah hakikatku jua
Lantas kupanjatkan munajat ke sidrahMu
Agar Kau bebaskanlah diriku
daripada sangkar permainan maut ini
Agar sayapku dapat terbang melihat-lihat langitMu
Dengan ketakjuban Alastu
tiada lagi yang wujud selain Engkau

Tanpa melihatMu dalam zikirku,betapa malangnya aku jauh dari-Mu
Bagai seketul batu yang masih tertinggal di bumi
Sedangkan KekasihMu telah jauh naik
ke tujuh lapisan langit dan menyaksikan WajahMu di Sidratul Muntaha
Namun Engkau jua yang menyatakan 
bahwa Engkau tidak bertempat
Kini di manakah Engkau???

Engkaukah di antara semua yang wujud ini wahai Gusti betapa Engkau tidak sepatutnya diabaikan untuk bersujud syukur kepadaMu
Dosa yang paling besar ialah masih dengan pengakuan adanya wujud yang lain dari WujudMu
inilah dosa yang sukar ditebus
Walau dengan iman yang selaksa Gunung Uhud

Orang-orang yang tinggal di bumi mencariMu di langit
Tetapi mereka tidak melihatMu
Tidak tahu di mana Engkau berada
Mereka pun memandang Ka’bah di dalam Masjidil Haram
Karena terlalu rindu hendak bertemu denganMu
Padahal  Engkau yang mereka sembah,bebas dari pintu-pintu Masjidil Haram

Ya Robbi,tiada dinding yang dapat memisahkan
Antara Engkau dan aku
Telah Engkau jadikan aku untuk mentajallikan nama-nama-Mu yang indah
Akulah sasaran untuk Engkau memandang WajahMu
Aku tidak layak memiliki wujudMu ini
tiada wujud yang sebenar melainkan wujud-Mu

Ya Robbi,telah Kaulabuhkan Tirai Kekasih itu dan Kau namakannya sebagai diriku
Lantas aku pun tertutup dengan tiraiku sendiri
Engkau pun bertanya,“Bukankah Aku Tuhanmu?”
Bahkan! Aku menyaksikan-Mu
Aku telah melihatMu sebelum Engkau hamparkan dunia ini
Dan sesungguhnya aku mengenali siapa yang kulihat di sebalik semua yang nyata
Engkaulah yang memperkenalkan diriMu
Sebagai Maha Pencipta
Setelah itu Engkau pun membuat perjanjian denganku di Alam Lahut
Kuterima amanahMu untuk menjadi khalifah di muka bumi
Akan kukembalikan HaqMu
Seberapa daya aku termampu berdiri
Dengan kalimatMu dan pertolonganMu

Jika tidak kepada al-insan
Kepada siapa lagikah Engkau akan mentajallikan segala sifat-sifatMu?
Jika tidak kepada al-insan,ke arah manakah lagi Kau akan memandang WajahMu?
Demi itulah Kau jadikan al-insan
menurut gambaranMu,dan daripada gambaranMu itu
Kau jadikan ianya khalifah

Aku dibentukkan daripada rangkaian huruf
Yang menyatakan namaMu
Dengan huruf terciptalah takdir kehidupanku
Yang tercatat di Lauh Mahfuz
Walau betapa pun banyaknya huruf-huruf yang berbagai rupa di atas muka persuratan
Namun yang zahir dan yang batin adalah titik jua
Akulah titik di bawah huruf Ba' dalam Basmallah
Asal titik adalah fana dalam rahasiaMu

Aku bukanlah Dzat
Setelah Engkau lenyapkan aku
daripada semua unsur perjodohan alam
Akulah ‘jauhar’ yang tidak berbilangan
hanya tunggal dan meninggi
Inilah rohMu yang Kauhembuskan
dengan persalinan wadi,mani,manikam
laksana selendang kelembutan dan kehalusan
Tetap tersembunyi pada diri al-insan

SirrMu yang tersembunyi dalam diriku
lebih gagah dari bumi dan langit
SirrMu menembusi pandangan tanpa bola mataku
SirrMu tidak menyatakan Aku di dalam Aku
Tiada isyarat dan pengetahuan yang sampai kepada DiriMu

Ke mana saja aku menoleh,kalimatMu ternampak jelas, “Laailaaha illallah”
Apa pun selain Allah adalah bayangan Allah
Apa pun selain Allah adalah rumusan Allah
Apa pun selain Allah adalah kehendak dan kodrat Allah
Maka itu aku menyembah Allah dengan Allah
Tanpa Allah,aku bukanlah seorang penyembah

Cinta kepadaMu bukanlah puisi
Cinta kepadaMu bukanlah falsafah dan makna
Cinta kepadaMu bukanlah lukisan yang abstrak
Cinta kepadaMu adalah
‘Aku ingin menampakkan perbendaharaan-Ku’

Pelayaran bahtera cinta telah menyingkap hijabku
Segala kesirnaan menuntun masuk ke pintu Diri-Mu sendiri
Tapi mengapa aku masih mencari air
sedangkan aku telah berada di perairanMu
Biarlah aku terlena di bahtera Nuh ini
Dihanyutkan benturan gelombang
Namun aku tetap tidak akan mengungkapkan rahasiaMu
atau meresahi banjir yang menenggelamkan gunung-gunung
Aku tidak upaya meluluskan diri
dari semua ujianMu
Jika aku lebur menjadi buih-buih di perairan cintaMu ini
Pandanglah aku dalam makrifatMu...

Senin, 13 Februari 2017

CUBLAK-CUBLAK SUWENG

"CUBLAK-CUBLAK SUWENG...Lagu Dolanan Anak-Anak Di Jawa,Karya Sunan Giri (1442 M) Yang Sarat Makna Tentang Nilai-Nilai Ke Utamaan Hidup Manusia"

CUBLAK-CUBLAK SUWENG...
Cublak Suweng artinya Tempat Suweng...Suweng adalah Anting Perhiasan Wanita Jawa
Cublak-Cublak Suweng (Tempat Harta Berharga) yaitu Suweng (Sawung,Sepi,Sejati) atau Harta Sejati

SUWENG TENG GELENTAR...
Suweng Teng Gelentar adalah Suweng Berserakan,Harta Sejati Itu Berupa Kebahagiaan Sejati Sebenarnya Sudah Ada Berserakan Di Sekitar Manusia

MAMBU KETUNDHUNG GUDEL...
Mambu (Baunya) Ketundhung (Dituju) Gudel (Anak Kerbau) maknanya:banyak orang berusaha nencari harta sejati itu,bahkan orang-orang bodoh (di ibaratkan gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu,ego,korupsi dan keserakahan...tujuannya untuk mencari kebahagian sejati

PAK EMPO LERA-LERE...
Pak Empo (Bapak Ompong) Lera-Lere (Menengok Kanan Kiri)
orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan,meskipun hartanya melimpah ternyata itu harta palsu,bukan harta sejati atau kebahagian sejati,mereka kebingungan karena dikuasai hawa nafsu keserakahan sendiri

SOPO NGGUYU NDHELIKAKE...
Sopo Ngguyu (Siapa Tertawa) Ndhelikake (Dia Menyembunyikan)
Menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana dialah yang menemukan tempat sejati atau kebahagian sejati,dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam menjalani setiap keadaan hidup...sekalipun berada ditengah-tengah kehidupan orang-orang yang serakah

SIR-SIR PONG DELE KOPONG..
Sir (Hati Nurani) Pong Dele Kopong (Kedelai Kosong Tanpa Isi) artinya:di dalam hati nurani yang kosong,maknanya bahwa untuk sampai kepada menemukan tempat harta sejati (Cublak Suweng) atau kebahagian sejati,orang harus melepaskan diri dari atribut kemelekatan pada harta benda duniawi,mengosongkan diri,tersenyum sumeleh,rendah hati,tidak merendahkan sesama,serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam Sir-nya atau hati nurani...

PESAN MORAL LAGU DOLANAN
"Cublak-Cublak Suweng"

Untuk mencari harta kebahagiaan sejati janganlah manusia menuruti hawa nafsunya sendiri serakah,tetapi semuanya kembalikanlah pada hati nurani,sehingga harta kebahagiaan itu bisa melebur melimpah menjadi berkah bagi siapa saja...

Rabu, 08 Februari 2017

MENYEGARKAN KEMBALI PEMAHAMAN ISLAM

SAYA meletakkan Islam pertama-tama sebagai sebuah “organisme” yang hidup,sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia.Islam bukan sebuah monument mati yang dipahat pada abad ke-7 Masehi,lalu dianggap sebagai “patung” indah yang tak boleh disentuh tangan sejarah.

Saya melihat,kecenderungan untuk “me-monumen-kan” Islam amat menonjol saat ini.Sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi kecenderungan ini.

Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran di bawah ini sebagai usaha sederhana menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang cenderung membeku,menjadi “paket” yang sulit didebat dan dipersoalkan.Paket Tuhan yang disuguhkan kepada kita semua dengan pesan sederhana,TAKE IT OR LEAVE IT..!!!islam yang disuguhkan dengan cara demikian,amat berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri.

Jalan satu-satunya menuju kemajuan Islam adalah dengan mempersoalkan cara kita menafsirkan agama ini.Untuk menuju ke arah itu,kita memerlukan beberapa hal.

Pertama,penafsiran Islam yang non-literal,substansial,kontekstual,dan sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan terus berubah.

Kedua,penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat,dan mana yang merupakan nilai fundamental.Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak.

Islam itu kontekstual,dalam pengertian,nilai-nilainya yang universal harus diterjemahkan dalam konteks tertentu,misalnya konteks Arab,Melayu,Asia Tengah,dan seterusnya.Tetapi,bentuk-bentuk Islam yang kontekstual itu hanya ekspresi budaya dan kita tidak diwajibkan mengikutinya.

Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab,misalnya,tidak usah diikuti.Contoh,soal jilbab,potong tangan,qishash,rajam,jenggot,jubah,tidak wajib diikuti,karena itu hanya ekspresi lokal particular Islam di Arab.

Yang harus diikuti adalah nilai-nilai universal yang melandasi praktik-praktik itu.Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (public decency).Kepantasan umum tentu sifatnya fleksibel dan berkembang sesuai perkembangan kebudayaan manusia.Begitu seterusnya...

Ketiga,Umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai “masyarakat” atau “umat” yang terpisah dari golongan yang lain.Umat manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan itu sendiri.Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan,bukan berlawanan dengan Islam.

Larangan kawin beda agama,dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam,sudah tidak relevan lagi.Quran sendiri tidak pernah dengan tegas melarang itu,karena Quran menganut pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat,tanpa melihat perbedaan agama.Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan antara kedudukan orang Islam dan non-Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal dalam tataran kemanusiaan ini.

Keempat,kita membutuhkan struktur sosial yang dengan jelas memisahkan mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama.Agama adalah urusan pribadi,sementara pengaturan kehidupan public adalah sepenuhnya hasil kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi.Nilai-nilai universal agama tentu diharapkan ikut membentuk nilai-nilai publik,tetapi doktrin dan praktik peribadatan agama yang sifatnya particular adalah urusan masing-masing agama.

Menurut saya,tidak ada yang disebut “hukum Tuhan” dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam.Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian,jual beli,pernikahan,pemerintahan,dan sebagainya.Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari’ah atau tujuan umum syariat Islam.

Nilai-nilai itu adalah perlindungan atas kebebasan beragama,akal,kepemilikan,keluarga/keturunan,dan kehormatan(honor).Bagaimana nilai-nilai itu diterjemahkan dalam konteks sejarah dan sosial tertentu,itu adalah urusan manusia Muslim sendiri.

BAGAIMANA meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks pemikiran semacam ini? Menurut saya,Rasul Muhammad SAW adalah tokoh histories yang harus dikaji dengan kritis,(sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja,tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya),sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah).

Bagaimana mengikuti Rasul? Di sini,saya mempunyai perbedaan dengan pandangan dominan.Dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks sosial-politik di Madinah,Rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan.Rasul memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual Islam di Madinah,tetapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam historis,partikular,dan kontekstual.

Kita tidak diwajibkan mengikuti Rasul secara harfiah,sebab apa yang dilakukan olehnya di Madinah adalah upaya menegosiasikan antara nilai-nilai universal Islam dengan situasi sosial di sana dengan seluruh kendala yang ada.Islam di Madinah adalah hasil suatu trade-off antara “yang universal” dengan “yang partikular”.

Umat Islam harus ber-ijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. “Islam”-nya Rasul di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi,ada kemungkinan lain untuk menerjemahkan Islam dengan cara lain,dalam konteks yang lain pula.Islam di Madinah adalah One Among Others,salah satu jenis Islam yang hadir di muka bumi.

Oleh karena itu,umat Islam tidak sebaiknya mandek dengan melihat contoh di Madinah saja,sebab kehidupan manusia terus bergerak menuju perbaikan dan penyempurnaan.Bagi saya,wahyu tidak berhenti pada zaman Nabi...wahyu terus bekerja dan turun kepada manusia.Wahyu verbal memang telah selesai dalam Quran,tetapi wahyu non verbal dalam bentuk ijtihad akal manusia terus berlangsung.

Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia sebagai bagian dari usaha menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula,karena temuan-temuan itu dilahirkan oleh akal manusia yang merupakan anugrah Tuhan.Karena itu,seluruh karya cipta manusia,tidak peduli agamanya,adalah milik orang Islam juga,tidak ada gunanya orang Islam membuat tembok ketat antara peradaban Islam dan peradaban Barat,yang satu dianggap unggul,yang lain dianggap rendah.Sebab,setiap peradaban adalah hasil karya manusia,dan karena itu milik semua bangsa,termasuk milik orang Islam.

Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak,karena itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran,termasuk yang datangnya dari luar Islam.Setiap golongan hendaknya menghargai hak golongan lain untuk menafsirkan Islam berdasarkan sudut pandangnya sendiri,yang harus di-“lawan” adalah setiap usaha untuk memutlakkan pandangan keagamaan tertentu.

Saya berpandangan lebih jauh lagi,setiap nilai kebaikan,di mana pun tempatnya,sejatinya adalah nilai Islam juga.Islam...seperti pernah dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain,adalah “nilai generis” yang bisa ada di Kristen,Hindu,Buddha,Konghucu,Yahudi,Taoisme,agama dan kepercayaan lokal,dan sebagainya.Bisa jadi,kebenaran “Islam” bisa ada dalam filsafat Marxisme.

Saya tidak lagi memandang bentuk,tetapi isi.Keyakinan dan praktik ke-islam-an yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai umat Islam hanyalah “baju” dan forma,bukan itu yang penting.Yang pokok adalah nilai yang tersembunyi di baliknya.

Amat konyol umat manusia bertikai karena perbedaan “baju” yang dipakai,sementara mereka lupa,inti “memakai baju” adalah menjaga martabat manusia sebagai makhluk berbudaya.Semua agama adalah baju,sarana,wasilah,alat untuk menuju tujuan pokok : penyerahan diri kepada Yang Maha Benar.

Ada periode di mana umat beragama menganggap, “baju” bersifat mutlak dan segalanya,lalu pertengkaran muncul karena perbedaan baju itu.Tetapi,pertengkaran semacam itu tidak layak lagi untuk dilanggengkan kini.

MUSUH semua agama adalah “ketidakadilan”.Nilai yang diutamakan Islam adalah keadilan.Misi Islam yang saya anggap paling penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi,terutama di bidang politik dan ekonomi (tentu juga di bidang budaya),bukan menegakkan jilbab,mengurung kembali perempuan,memelihara jenggot,memendekkan ujung celana,dan tetek bengek masalah yang menurut saya amat bersifat furu’iyyah.Keadilan itu tidak bisa hanya dikhotbahkan,tetapi harus diwujudkan dalam bentuk system dan aturan main,undang-undang,dan sebagainya,dan diwujudkan dalam perbuatan.

Upaya menegakkan syariat Islam,bagi saya...adalah wujud ketidak berdayaan umat Islam dalam menghadapi masalah yang menghimpit mereka dan menyelesaikannya dengan cara rasional.Umat Islam menganggap,semua masalah akan selesai dengan sendirinya manakala syariat Islam,dalam penafsirannya yang kolot dan dogmatis,diterapkan di muka Bumi.

Masalah kemanusiaan tidak bisa diselesaikan dengan semata-mata merujuk kepada “hukum Tuhan” (sekali lagi: saya tidak percaya adanya “hukum Tuhan”; kami hanya percaya pada nilai-nilai ketuhanan yang universal),tetapi harus merujuk pada hukum-hukum atau sunnah yang telah diletakkan Allah sendiri dalam setiap bidang masalah.Bidang politik mengenal hukumnya sendiri,bidang ekonomi mengenal hukumnya sendiri,bidang sosial mengenal hukumnya sendiri,dan seterusnya.

Kata Nabi,konon...Man Aradad Dunya Fa’alihi bil ‘ilmi,Wa Man Aradad Akhirata Fa’alihi bil ‘ilmi ; barang siapa hendak mengatasi masalah keduniaan,hendaknya memakai ilmu,begitu juga yang hendak mencapai kebahagiaan di dunia “nanti”,juga harus pakai ilmu.Setiap bidang ada aturan,dan tidak bisa semena-mena merujuk kepada hukum Tuhan sebelum mengkajinya lebih dulu.Setiap ilmu pada masing-masing bidang juga terus berkembang,sesuai perkembangan tingkat kedewasaan manusia.Sunnah Tuhan,dengan demikian juga ikut berkembang.

Sudah tentu hukum-hukum yang mengatur masing-masing bidang kehidupan itu harus tunduk kepada nilai primer,yaitu keadilan.Karena itu,syariat Islam,hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya abstrak dan universal;bagaimana nilai-nilai itu menjadi nyata dan dapat memenuhi kebutuhan untuk menangani suatu masalah dalam periode tertentu,sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad manusia itu sendiri.

Pandangan bahwa syariat adalah suatu “paket lengkap” yang sudah jadi,suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman,adalah wujud ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami sunnah Tuhan itu sendiri.Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah adalah sebentuk kemalasan berpikir,atau lebih parah lagi,merupakan cara untuk lari dari masalah;sebentuk eskapisme dengan memakai alasan hukum Tuhan.

Eskapisme inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di mana-mana.Saya tidak bisa menerima “kemalasan” semacam ini,apalagi kalau ditutup-tutupi dengan alasan,itu semua demi menegakkan hukum Tuhan.Jangan dilupakan: tak ada hukum Tuhan,yang ada adalah sunnah Tuhan serta nilai-nilai universal yang dimiliki semua umat manusia.

Musuh Islam paling berbahaya sekarang ini adalah dogmatisme,sejenis keyakinan yang tertutup bahwal suatu doktrin tertentu merupakan obat mujarab atas semua masalah,dan mengabaikan bahwa kehidupan manusia terus berkembang,dan perkembangan peradaban manusia dari dulu hingga sekarang adalah hasil usaha bersama,akumulasi pencapaian yang disanggah semua bangsa.

Setiap doktrin yang hendak membangun tembok antara “kami” dengan “mereka”, antara hizbul Lah (golongan Allah) dan hizbusy syaithan (golongan setan) dengan penafsiran yang sempit atas dua kata itu,antara “Barat” dan “Islam”; doktrin demikian adalah penyakit sosial yang akan menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri,nilai tentang kesederajatan umat manusia,nilai tentang manusia sebagai warga dunia yang satu.

Pemisah antara “kami” dan “mereka” sebagai akar pokok dogmatisme,mengingkari kenyataan bahwa kebenaran bisa dipelajari di mana-mana,dalam lingkungan yang disebut “kami” itu,tetapi juga bisa di lingkungan “mereka”.Saya berpandangan,ilmu Tuhan lebih besar dan lebih luas dari yang semata-mata tertera di antara lembaran-lembaran Quran.

Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari seluruh kebenaran yang tertera dalam setiap lembaran “Kitab Suci” atau “Kitab-Tak-Suci”,lembaran-lembaran pengetahuan yang dihasilkan akal manusia,serta kebenaran yang belum sempat terkatakan,apalagi tertera dalam suatu kitab apa pun.Kebenaran Tuhan,dengan demikian,lebih besar dari Islam itu sendiri sebagai agama yang dipeluk oleh entitas sosial yang bernama umat Islam.Kebenaran Tuhan lebih besar dari Quran,Hadis dan seluruh korpus kitab tafsir yang dihasilkan umat Islam sepanjang sejarah.

Oleh karena itu,Islam sebetulnya lebih tepat disebut sebagai sebuah “proses” yang tak pernah selesai,ketimbang sebuah “lembaga agama” yang sudah mati,baku,beku,jumud,dan mengungkung kebebasan.Ayat Innaddina ‘indal Lahil Islam (QS 3 : 19),lebih tepat diterjemahkan sebagai , “Sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah proses yang-tak-pernah selesai menuju ketundukan (kepada Yang Maha Benar).”

Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk,saya mengatakan,semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu,jalan panjang menuju Yang Maha Benar.Semua agama,dengan demikian,adalah benar,dengan variasi,tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu.Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.

Maka...fastabiqul khairat,kata Quran (QS 2 : 148); berlomba-lombalah dalam menghayati jalan religiusitas itu.

Syarat dasar memahami Islam yang tepat adalah dengan tetap mengingat,apa pun penafsiran yang kita bubuhkan atas agama itu,patokan utama yang harus menjadi batu uji adalah maslahat manusia itu sendiri.

Agama adalah suatu kebaikan buat umat manusia,dan karena manusia adalah organisme yang terus berkembang,baik secara kuantitatif dan kualitatif,maka agama juga harus bisa mengembangkan diri sesuai kebutuhan manusia itu sendiri.Yang ada adalah hukum manusia,bukan hukum Tuhan,karena manusi stake holder yang berkepentingan dalam semua perbincangan soal agama ini.

Jika Islam hendak diseret kepada suatu penafsiran yang justru berlawanan dengan maslahat manusia itu sendiri,atau malah menindas kemanusiaan itu,maka Islam yang semacam ini adalah agama fosil yang tak lagi berguna buat umat manusia.

Mari kita cari Islam yang lebih segar,lebih cerah,lebih memenuhi maslahat manusia.Mari kita tinggalkan Islam yang beku,yang menjadi sarang dogmatisme yang menindas maslahat manusia itu sendiri...

Minggu, 05 Februari 2017

MENGENAL ALLAH TANPA TEDENG ALING-ALING

Para Sedulur dan Para Kadhang Kinasihku sekalian.
“Andai kesusahan adalah hujan dan kesenangan adalah matahari,maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat Pelangi”

Betapapun banyaknya,saudara-saudari kita yang bisa mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun,sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 156,dan mengerti artinya,namun percayalah...hanya sedikit yang memahami maksudnya.Ini terbukti,dari banyaknya mereka yang berlomba-lomba menumpuk pahala,menekuni ibadah,bahkan berjihad,sampai-sampai berani dan rela mati,demo,bahkan melakukan bom bunuh diri,hanya demi untuk mendapatkan yang namanya surga,yang didalamnya terdapat sungai susu/madu,makanan dan minumnan lezat,yang akan disajikan dan dilayani oleh empat puluh satu bidadari cantik jelita,yang tidak pernah haid,dan akan kembali perawan lagi sesudah disetubuhi.
Kalau begitu,Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 156,yang berbunyi “innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun” diganti dan robah saja menjadi seperti ini “innasurga wa inna bidadari raaji'uun”
He..he..he.....Edan Tenan......

Pertanyaannya kenapa bisa begitu...??Karena mereka tidak mengenal Tuhan-nya,tidak mengerti Tuhan-nya,tidak peham Tuhan-nya,tidak tahu Tuhan-nya.
“Awalludin Ma’rifatullah” ,”Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu”.
Sebaik baik dalam menjalankan ibadah kepada Allah,adalah dengan terlebih dahulu mengenal Allah.

Dewasa ini banyak kalangan masyarakat yang saya jumpai,yang sepertinya enggan tuk lebih dalam mengenal Allah,dengan berbagai alasan,salah satunya dengan mengatakan bahwa semua sudah diatur dalam Al-quran dan Hadist,serta sudah dijalankan oleh Rasulullah,Sahabat dan para Ulama,kita tinggal menjalankannya,tanpa perlu tahu lebih dalam lagi mengenai Allah,asalkan hapal membaca al-quran,rajin sholat dan jakat ples naik haji,atau “gondelan sarunge kiyai” insya Allah dijamin masuk surga.Lupa isi Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 156, yang berbunyi “Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun” Dipikirnya Allah itu Surga/Sorga...

Pertanya’annya ini salah siapa...
Heemmm...entah ini salah siapa,saya tidak kuasa untuk membahasnya,kiyai-nya,atau santri-nya yang bodoh,yang ngajarin atau yang di ajarin yang o’on,guru-nya apa murid-nya yang tolol,plis...di pikir sendiri-sendiri saja.
He..he..he...Edan Tenan.

Lalu bagaimana mengenal Allah...??
he...he...Edan Tenan.

Dalam setiap rongga anak adam,Aku ciptakan suatu mahligai yang di sebut dada.Di dalam dada ada hati (hati bagian luar),dalam hati ada qalbu/benak (hati bagian dalam),di dalam qalbu/benak ada fuad/nurani (hati paling dalam),dalam fuad/nurani ada jiwa/ruh,di dalam jiwa/ruh ada rasa/suci/hidup,di dalam rasa/suci/hidup ada Sir Dzat Sifat,dalam Sir Dzat Sifat ada Aku.Tempat Aku menyimpan Rahasia-ku.
“Al-Insanu Siri Wa Ana Siruhu”
Rahasia kalian adalah rahasia-Ku...

1.Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robahu
“Barang siapa mengenal diri-nya,maka dia mengenal Tuhan-nya”

2.Man Tolabal Maolana BigoeriI Nafsi Faqoddola Dolalan Baida
“Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri,maka dia akan tersesat semakin jauh"

3.Iqro Kitab Baqo Kafa Binafsika Al Yaoma Alaika Hasbi
“Bacalah kitab yang kekal,yang berada di dalam diri kalian sendiri”

4.Allahu Bathinul Insan,Al Insanu Dhohirullah
“Allah itu bathinnya manusia,manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah”

5.Wa man Arofa Robbahu Faqod Jahilan Nafsuhu
“Barang siapa mengenal Tuhan-nya,maka dia merasa bodoh.

Cukup Jelas Bukan...??
Surat dan Hadist yang saya sebutkan di atas,Surat dan Hadist diatas menegaskan Bahwa Untuk Lebih Mengenal Tuhan/Allah,maka kita haruslah Mengenal diri kita terlebih dahulu.Mengenal diri kita,hanya bisa di lakukan dengan jalan dan cara Karunia Tuhan/Allah yaitu,Hati dan Rasa.
Bukan dengan pikiran dan perasa’an.Hati dan Rasa itu adanya di dalam diri kita,bukan diluar diri kita...

Para Sedulur dan Para Kadhang Kinasihku sekalian... Yakinlah. Laa Yarifallaahu Ghoirullah “Yang mengenal Allah hanya Allah”

Para Sedulur dan Para Kadhang Kinasihku sekalian...Percayalah...!!!Aroftu Robbi Bi Robbi
“Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan”

Para Sedulur dan Para Kadhang Kinasihku sekalian,ketahuilah sungguh...Maa Arofnaka Haqqo Ma’rifataka “Aku tidak mengenal Engkau,kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan”

Sudah waktunya kita tidak lagi mengidolakan surga,karena surga itu adalah mahluk,sama seperti kita manusia hidup...lagi pula,kita bukan berasal dari surga kenapa kita berlomba untuk bisa ke surga...???Sudah saatnya kita mengidolakan Allah,karena kita berasal dari-Nya...“Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun”
Kenapa kita tidak berlomba untuk bisa kembali hanya kepada-Nya...???

Ingat...!!!Allah itu Maha Segalanya,lupakah dengan Peringatannya tentang hari akhir jaman/kiamat,bahwa semuanya akan di hancurkan...Tidakkah terpikir oleh kita...???
Dengan mendapatkan surga,itu belum tentu kita mendapatkan Allah,karena Allah itu bukan surga/sorga.Jika kita mendapatkan Allah,sudah pasti dan tentu kita akan mendapatkan surga.Silahkan pilih,mau isi apa kulitnya...???