Minggu, 01 Februari 2015

SYAHADAT (SASAHIDAN INGSUN SEJATI)DALAM PERSPEKTIF TASAWUF/MAKRIFAT JAWA

"Syahadat (Sasahidan Ingsun Sejati)"

Selama ini,syahadat umumnya hanya dipahami sebagai bentuk mengucapkan kata “Asyhadu an la ilaha illa Allah,wa asyhadu anna Muhammad al-rasul Allah”...

Dan karena hanya pengucapan,wajar jika tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap mental manusia.Siapapun toh dapat mengucapkannya,walau kebanyakan tidak memahaminya.Padahal makna sesungguhnya bahwa syahadat adalah “kesaksian” bukan “pengucapan” kalimat yang menyatakan bahwa ia telah bersaksi.Ketika kita mengucakan kata “Allah”, maka kata ini harus hadir dan
lahir dari keyakinan yang mendalam.Pada saat pengucapan,kita harus yakin bahwa Allah “ada” pada diri nabi-Nya,dan bahwa setiap diri kita
mampu membawa peran nabi tersebut.Dalam ma’rifat,nabi dan kenabian sebagai suatu hal yang selalu hidup.Dan ketika person nabi terakhir diberi label “Muhammad”, maka ia adalah langsung dari nur
dan ruh Muhammad,dan menyandang nama spiritual sebagai “Ahmad”. Dan ketika kata “Ahmad” disebutkan,Nabi Muhammad sering mengemukakan bahwa “ana Ahmad bila mim” (aku adalah Ahmad yang tanpa mim),yakni “Ahad”. Ketika suku bangsa dzahir
“arab” disebutkan,beliau sering mengemukakan “ana ‘arabun bila
“Ain”, (aku adalah “Arab tanpa ‘Ain), yakni “Rabb”. Inilah kesaksian itu,atau syahadat.
Kalau kita membayangkan nabi secara fisikal maka kita akan
menghayalkan tentang nabi.Nah,pada saat Allah kita rasakan hadir atau bersemayam dalam diri Nabi yang berada di kedalaman lubuk hati kita,maka terlepaslah ucapan “Muhammad al-Rasul Allah” sebagai
kesaksian.Lalu kesaksian ini kita lepaskan ke dalam Dzat Allah.Sehingga kemudian tercipta apa yang disebut sebagai "Tunggal ing
Allah Hiya Kang Amuji Hiya Kang Pimuji..."
Kemanunggalan dengan Allah sehingga baik yang memuji dan yang dipuji tidak dapat dipisahkan.Pada konteks syahadat yang seperti itulah kemudian lahir ajaran tentang “wirid sasahidan” dari Syekh Siti Jenar,dalam bentuk pengucapan hati sebagai berikut:

Ingsun anakseni ing dzat ingsun dhewe

Satuhune ora ono pangeran among ingsun

Lan nekseni satuhune Muhammad iku utusan ingsun

Iya sejatine kang aran Allah iku badan ingsun

Rasul iku rahsaningsun

Muhammad iku cahyaningsun

Iya ingsun kang urip tan kena ing pati

Iya ingsun kang eling tak kena lali

Iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati

Iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji

Iya ingsun kang amurba amisesa,kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pakerti

Byar

Sampurna padhang terawangan

Ora kerasa apa-apa

Ora ana katon apa-apa

Mung ingsun kang nglimputi ing alam kabeh

Kalawan kodratingsun

Artinya:

Aku bersaksi di hadapan Dzat-ku sendiri

Sesungguhnya tiada tuhan selain Aku

Aku bersaksi sesungguhnya

Muhammad itu utusan-Ku

Sesungguhnya yang disebut Allah itu badan-Ku

Rasul itu rasa-Ku

Muhammad itu cahaya-Ku

Akulah yang hidup tidak terkena kematian

Akulah yang senantiasa ingat tanpa tersentuh lupa

Akulah yang kekal tanpa terkena perubahan di segala keadaan

Akulah yang selalu mengawasi dan tidak ada sesuatupun yang luput
dari pengawasan-Ku

Akulah yang maha kuasa,yang bijaksana,tiada kekurangan dalam
pengertian

Byar

Sempurna terang benderang

Tidak terasa apa-apa

Tidak kelihatan apa-apa

Hanya aku yang meliputi seluruh alam

Dengan kodrat-Ku

Sebagaimana telah dikemukakan,bahwa kesaksian tersebut diperoleh berdasarkan lelaku.Maka setelah lahirnya kesaksian tersebut juga harus disertai dengan lelaku pula.Yaitu diikuti dengan semedi atau dzikir rasa sehingga kemudian dapat mengalami mati dalam hidup dan hidup dalam mati.Dzikir seperti ini dilakukan dengan meng-heneng-kan diri dan mengheningkan cipta serta karsa sehingga kembali tercipta kesatuan hati,pikiran dan rasa hidup.Hal ini dilakukan dengan menyatukan pancaindera,memejamkan mata dan mengarahkannya ke pucuk hidung (pucuking ghrana),sambil menyatukan denyut jantung,harus diatur pula pernapasan yang masuk dan keluar jangan sampai tumpang tindih.

Biasanya praktik sasahidan ini akan berujung pada bercampurnya rasa
hati dan hilangnya segenap perasaan.Kalau sudah mencapai kondisi ini,maka harus diturunkan ke dalam jiwa dan menyebar ke seluruh
sel-sel dan syaraf tubuh.Sehingga akan tercapailah ketiadaan rasa
apapun dan akan memunculkan sikap ke-waskitha-an (eling lan waspadha).Dengan demikian wajar jika pada kesimpulannya tentang makna syahadat,Syekh Siti Jenar memberikan makna syahadat sebagai etos gerak,etos kerja yang positif,progresif,dan aktif.Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa syahadat tauhid dan syahadat rasul
mengandung makna jatuhnya rasa (menjadi etos),kesejatian rasa (unsur motorik),bertemunya rasa (ide aktif dan kreatif),hasil karya yang maujud serta dampak terhadap kesejatian kehidupan.Itulah makna syahadat yang sesungguhnya dari sang insan
kamil......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar